![]() |
SOSIALISASI HIV/AIDS: Sosialisasi HIV/AIDS di Public Hall PT Adaro Indonesia, Rabu (24/9/2025) - Foto Dok Adaro Indonesia. |
TOPRILIS.COM, KALSEL - Sosialisasi HIV/AIDS di Public Hall PT Adaro Indonesia, Rabu (24/9/2025), menghadirkan kisah yang menggugah. Faizah, pengelola Komunitas Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Kalimantan Selatan sekaligus penyintas HIV, menceritakan pengalaman hidupnya.
“Saya positif HIV di tahun 2007. Baru terapi ARV pada 2008 bersama suami, karena saat itu kondisi tubuh mulai sakit,” ungkapnya dengan tenang.
Perjalanan Faizah tidak mudah. Ia pernah menghadapi diskriminasi, bahkan dari orang-orang terdekatnya. Meski begitu, Faizah tetap memilih berdiri tegak. Ia tetap berkerja, berkontribusi, dan berupaya menepis stigma.
“Kalau ada teman yang positif HIV, tolong jangan didiskriminasi. Kami masih bisa bekerja, masih bisa memberi kontribusi terbaik,” ujarnya.
Cerita Faizah menjadi pengingat nyata bahwa stigma sering kali lebih menyakitkan dibanding penyakit itu sendiri. Padahal HIV tidak menular dengan mudah, apalagi lewat interaksi sehari-hari di tempat kerja.
Di balik kisah personal tersebut, angka HIV/AIDS di Indonesia masih mengkhawatirkan. Tahun 2025 diperkirakan ada sekitar 564 ribu orang dengan HIV (ODHIV), namun baru 63 persen yang mengetahui statusnya. Di Kalimantan Selatan sendiri, jumlah kasus naik dari 705 menjadi 904 kasus pada tahun 2025.
Pemerintah sendiri sudah menargetkan penghentian epidemi HIV/AIDS pada 2030 lewat program Three Zero HIV: nol infeksi baru, nol kematian akibat AIDS, dan nol diskriminasi. Poin terakhir inilah yang paling ditekankan dalam kegiatan sosialisasi, mengingat banyak penyintas masih berjuang melawan stigma.
“HIV/AIDS tidak menakutkan, penularannya sangat terbatas. Semakin cepat ditemukan, semakin mudah diobati,” jelas Sukamto, Sekretaris KPA Kalsel.
Muhammad Saidi Hidayat, pengelola program KPA Kalsel, menjelaskan bahwa HIV adalah virus yang menyerang sel darah putih, sedangkan AIDS merupakan tahap lanjut ketika kekebalan tubuh menurun drastis.
Hingga kini, memang belum ada obat yang benar-benar menyembuhkan. Pengobatan ARV berfungsi menekan jumlah virus agar kualitas hidup pasien tetap baik.
Melalui kegiatan ini, perusahaan dan mitra kerja diingatkan untuk berperan aktif menghapus stigma, baik dengan edukasi langsung, penyebaran informasi, maupun menciptakan lingkungan kerja yang inklusif.
Bagi Faizah, dukungan dari lingkungan adalah kunci. “Kami masih bisa berkarya,” katanya menutup ceritanya. Pesan sederhana bahwa diskriminasi tidak seharusnya menjadi bagian dari perjuangan penyintas HIV.(PT Adaro Indonesia/elh)