ARR-Cell

Sikap Pemerintah Indonesia di Tengah Maraknya Unjuk Rasa di Iran Pasca Tewasnya Mahsa Amini

 

MENCEKAM: Demonstran Iran turun ke jalan-jalan di Ibu Kota Teheran selama melakukan protes terhadap tindakan aparat kepada Mahsa Amini, beberapa hari setelah dia meninggal dalam tahanan polisi -Foto Nett

TOPRILIS.COM, JAKARTA - Kedutaan besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Iran, Teheran, belum berencana mengevakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) dari Iran. yang beberapa pekan terakhir dilanda gelombang demo kematian Masha Amini.

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan hal tersebut pada Sabtu (8/10/2022) sebagaimana dilansir dari VOA Indonesia.

Menurut Judha, hingga saat ini tidak ada informasi ada warga Indonesia menjadi korban dari sejumlah demo yang berlangsung di berbagai kota di Iran.

Demo-demo itu dipicu oleh kematian Mahsa Amini, perempuan Iran yang tewas setelah di tahanan polisi syariah karena melanggar aturan berhijab.

"Selanjutnya KBRI Teheran juga menyampaikan imbauan kepada seluruh masyarakat Indonesia yang berada di wilayah Iran untuk tetap waspada, berhati-hati, tidak ikut serta dalam kegiatan politik lokal yang ada di sana dan segera menghubungi otoritas setempat dan hotline KBRI Teheran jika mengalami keadaan darurat," kata Judha.

Menurut Judha, ada 397 warga Indonesia yang tersebar di 14 kota di Iran dan mayoritas adalah mahasiswa.

Dalam dua pekan, demonstrasi anti-rezim yang pecah pertengahan September tersebut menyebar ke-93 kota di 31 provinsi di Iran. Jumlah korban tewas sudah tembus seratus orang.

Independensi Indonesia

Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah berpendapat kebijakan pemerintah untuk tidak memulangkan WNI di Iran dan tidak mengeluarkan larangan perjalanan menunjukkan independensi Indonesia dalam menyikapi situasi di Iran.

Lain halnya dengan sikap sejumlah negara barat, seperti Belanda dan Perancis, yang mendesak warganya untuk segera meninggalkan Iran, dan mengimbau warganya untuk tidak berkunjung ke negara Mullah itu.

Menurut Rezasyah, pemerintah tidak mau terjebak dalam perang opini yang dibuat oleh negara manapun yang cenderung memojokkan Iran.

Kalaupun Indonesia akan menarik diplomat dan memulangkan warganya, pemerintah tentu akan berkonsultasi dengan pemerintah Iran karena tidak mau mencederai nama baik Iran di level internasional.

"Saya pikir kita sangat hati-hati dalam menarik pulang diplomat kita maupun juga masyarakat kita. Karena bagaimanapun juga, Iran tidak menganggap Indonesia sebagai ancaman. Iran tidak menganggap Indonesia sebagai bagian dari proksi Barat. Indonesia realtif aman," tutur Rezasyah.

Dia meyakini pemerintah Indonesia sudah mengoptimalkan banyak jalur untuk mengetahui dengan detail keadaan di Iran.

Selain itu, menurut Rezasyah, Indonesia juga bisa membahas masalah Iran melalui forum bilateral dan forum dialog antar agama. Pemerintah juga dapat memperoleh informasi dari KBRI di Teheran.

Kampanye Barat

Rezasyah berpendapat sikap negara-negara Barat terhadap Iran dalam isu kesetaraan gender yang menjadi pemicu demo di Iran, adalah bagian kampanye buruk terhadap Iran.

Pasalnya, negara-negara Barat selama ini memandang Iran sebagai pesaing dalam rivalitas dengan Rusia.

Mereka melihat Iran dekat dengan Rusia, sementara negara-negara Barat akrab dengan Amerika Serikat (AS) dan cenderung mengharapkan ketidakstabilan di Iran.

Rezasyah mengatakan, pihak Barat sudah berhasil sebelumnya dengan Musim Semi Arab yang berhasil menumbangkan penguasa di Tunisia, Mesir, dan Libya.

"Sekarang mereka mencoba melakukan kampanye buruk atas Iran. Diharapkan kampanye buruk atas Iran ini berdampak pada reputasi global Iran, di mana banyak negara yang mengikuti contoh dari negara-negara Barat tersebut," ujar Rezasyah sebagaimana dilansir VOA Indonesia.

Rezasyah mengkritik sikap Belanda dan Perancis terhadap Iran sebenarnya sama dengan perilaku mereka saat menjajah bangsa-bangsa lain di masa lalu atau bahkan lebih buruk.

Forum Demokrasi Bali Jadi Kunci Dialog

Menurut Rezasyah, berbicara mengenai hak asasi manusia dan kesetaraan gender di Iran, seperti yang dilakukan Belanda dan Perancis, bukan cara terbaik menghadapi negara Mullah tersebut.

Cara yang tepat adalah, imbuh Rezasyah, melalui dialog untuk membahas ide-ide konstruktif seperti yang dilakukan Indonesia. Selain itu, Indonesia tidak mencampuri urusan domestik Iran. Dengan demikian, Iran tidak menganggap Indonesia sebagai ancaman dan warga Indonesia di Iran tetap aman.

Kementerian Intelijen Iran pada Jumat (7/10/2022) pekan lalu menyatakan aparat keamanan telah menangkap sembilan warga asing terlibat dalam demonstrasi. Mereka ini termasuk warga Jerman, Polandia, Perancis, Italia, Belanda, dan Swedia.

Menurutnya, kunci dialog dengan Iran ada pada Bali Democracy Forum (BDF) atau Forum Demokrasi Bali, acara tahunan yang digelar pada Desember. Dalam BDF, semua negara yang diundang bisa berbicara terbuka, santun, dan tidak saling menggurui.

Rezasyah memperkirakan Iran akan kembali minta diundang untuk pelaksanaan Forum Demokrasi Bali tahun ini, sehingga Iran bisa memperoleh perspektif dari berbagai negara yang akan hadir, Islam dan non-Islam, serta berbagai sistem politik.

Dalam BDF, menurutnya Iran bisa mempelajari pemakaian jilbab yang tidak menjadi kewajiban seperti di Indonesia atau berbagai kebijakan pemakaian jilbab yang berlaku di negara lain, misalnya apakah boleh berjilbab modis. Intinya adalah menutup aurat dan menjaga marwah kaum hawa.

Rezasyah menjelaskan Indonesia mungkin bisa berbicara dengan Iran, misalnya, mengenai posisi perempuan muslim di tengah globalisasi dan dunia professional. (kompas.com/Gun)

Lebih baru Lebih lama